Rancah, 21 Agustus 2011, Pada hari Ahad, 21 Romadhon diiringi dengan jajaran Pengurus FKDT Kecamatan Rancah telah diserahkan bantuan hasil sumbangan dari santri-santri DTA se-Kec. Rancah berupa Uang Rp. 2.500.000,- , Beras 200 Kg, Pakaian kurang lebih 150 potong dan 1 Paket sembako. bantuan diserahkan langsung oleh Ketua FKDT Kec. Rancah, Syarip Hidayat, S.Ag.dan diterima oleh Ela Nurlaela (Korban). Hadir dalam kesempatan itu Anggota DPRD Kab. Ciamis, Drs. D. Rasyidi & Unsur Pemerintahan Dusun Jetak Desa Situmandala.
Puasa Ramadhan Bagi Anak
Anak anak memang belum diwajibkan untuk berpuasa, tapi pada bulan Ramadhan anak anak pada umur yang belum diwajibkan untuk puasa bisanya mulai belajar mengenai puasa. Selama bulan puasa, anak anak dapat mempelajari hakikat dari bulan puasa dan bagaimana berpuasa yang baik. Untuk mendapatkan pengalaman mengenai puasa selama bulan Ramadhan, meraka bisa mencoba berpuasa untuk beberapa hari atau beberapa jam saja. Baru ketika mereka siap, puasa Ramadhan selama sebulan penuh dan dari waktu sahur sampai berbuka dapat dilakukan.
Masa anak anak merupakan masa pertumbuhan sehingga anak anak perlu asupan gizi yang penuh. Sementara selama bulan Ramadhan asupan makanan terbatas. Lalu bagaimana agar anak anak yang menjalani puasa tetap terpenuhi kebutuhan gizinya?
Kunci dari puasa pada anak anak adalah keseimbangan gizi. Pada saat menjalankan puasa anak anak perlu menjaga nutrisinya dan kada air dalam tubuh. Oleh sebab itu orang tua perlu benar benar merencanakan menu untuk anak selama bulan puasa sehingga anak anak mendapatkan nutrisi yang cukup selama menjalankan puasa.
Energi untuk beraktivitas selama bulan puasa tidak perlu dikhawatirkan. Glukosa merupakan asupan energy utama tubuh, namun jika tubuh tidak mendapatkan asupan glukosa selama dalam jangka waktu yang panjang, tubuh akan memakai glikogen yang ada dalam liver. Jika cadangan glikogen dalam liver sudah habis maka cadangan dalam glikogen otot. Namun jika ingin mendapatkan sumber energi yang mudah dicerna atau suplemen alami selama anak anak menjalankan ibadah puasa,
madu dapat menjadi pilihan. Terlebih madu merupapakan sumber vitamin dan mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan anak anak. Sehingga anda tak perlu khawatir mengenai nutrisi anak selama menjalankan Ibadah puasa bulan Ramadhan.
RAMADHAN AL MUBARAK SYAHRUL MAGHFIRAH
1. Panggilan Allah kepada hamba-hamba yang melampaui batas
Sesungguhnya bulan Ramadhan memiliki banyak keistimewaan dan kemuliaan melebihi bulan-bulan yang lainnya, di bulan ini Allah menurunkan rahmat yang berlimpah ruah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, menurunkan barakah dan maghfirah (ampunan). Allah menyeru hamba-Nya yang pernah melakukan maksiat supaya memohon ampun dan bertaubat dengan segera kepada-Nya. Allah memerintah kepada Nabi agar menyeru umatnya supaya segera bertaubat:
"Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu Kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang Telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya, Supaya jangan ada orang yang mengatakan: "Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang Aku Sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah ), Atau supaya jangan ada yang berkata: 'Kalau sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku tentulah Aku termasuk orang-orang yang bertakwa'." (QS Az Zumar: 53-57)
2. Pengertian taubat
Berkata Imam An Nawawi :
Berkata para ulama: Taubat itu wajib dari setiap dosa, apabila maksiat itu antara hamba dan Allah Ta'ala, tidak berhubungan dengan hak manusia, maka syarat taubatnya itu ialah:
1. Meninggalkan maksiat (dengan segera),
2. Menyesal atas perbuatan maksiat yang dilakukannya (sambil beristighfar/ memohon ampun kepada Allah agar dosa-dosanya diampuni),
3. Bertekad kuat untuk tidak kembali kepada maksiat yang telah dikerjakannya.
Apabila salah satu dari tiga syarat ini tidak terpenuhi (tidak terlaksana) maka taubatnya batal (tidak sah).
Dan apabila maksiat itu ada hubungannya dengan hak-hak anak Adam (manusia), maka syarat taubatnya menjadi empat, yaitu tiga syarat yang telah disebut di atas ditambah dengan satu syarat lagi yaitu membebaskan diri dari hak orang lain (menyelesaikan persoalannya dengan orang yang bersangkutan). Apabila hak itu berupa harta atau sejenisnya maka wajib mengembalikan kepadanya. Apabila berupa tuduhan zina atau sejenisnya maka ia harus memberikan kesempatan kepadanya untuk menghukumnya atau meminta maaf kepadanya (Firman Allah dalam surat An Nur ayat 4). Jika berupa gunjingan, maka dia harus meminta kehalalannya daripadanya. Dan wajib melakukan taubat dari semua dosa. Jika taubat dari sebagian dosa, maka taubatnya sah menurut ahli haq dari dosa itu saja. Dan tinggal kewajiban taubatnya dari sebagian dosa yang lainnya. (Kitab Riyadhus Shalihin, Bab Taubat)
3. Perintah Allah untuk segera bertaubat
"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersama Dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS At Tahrim, 66:
4. Sunnah Rasulullah dalam taubat
Rasulullah ` bersabda,
“Demi Allah, sesungguhnya aku membaca istighfar (minta ampun) dan bertaubat kepada Allah tiap hari lebih dari 70 kali.” (HR Bukhari & Ahmad)
Syaddad bin Aus berkata: Telah bersabda Rasulullah `: Kepala dari bacaan Istighfar (Sayyidul Istighfar) adalah:
"Ya Allah, Engkau Tuhanku, tiada tuhan kecuali Engkau, Engkau menjadikan diriku, dan aku hambaMu, dan tetap pada janjiMu dan perintahMu, sekuat tenagaku aku berlindung kepadaMu dari kejahatan perbuatanku, aku mengakui nikmat karuniaMu kepadaku, dan mengakui pula dosa-dosaku, maka ampunkan bagiku, sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau." (HR Bukhari)
Berkata Abu Bakar ra: Wahai Rasulullah, ajarkanlah aku satu do’a yang dengannya aku berdo’a di dalam shalatku. Lalu bersabdalah beliau : Katakanlah (ucapkanlah):
“Ya Allah, sesungguhnya aku telah mendzalimi diri dengan kedzaliman yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa melainkan Engkau, maka ampunilah daku dengan satu pengampunan dari sisi Engkau dan rahmatilah daku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (HR Bukhari & Muslim)
Dari Ibnu Umar ra, ia berkata, kami menghitung dalam satu majlis Rasulullah mengucapkan:
“Ya Allah, ya Tuhanku. Ampunilah segala dosaku dan terimalah taubatku. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Penerima taubat dan Engkau Yang Maha Penyayang.” Sebanyak 100 kali. (HR Abu Daud)
5. Luasnya ampunan dan rahmat Allah
“Sesungguhnya Allah membentangkan tangan rahmat-Nya pada waktu malam, supaya bertaubat orang yang telah melanggar perintah-Nya pada siang hari, juga mengulurkan tangan kemurahan-Nya pada waktu siang supaya bertaubat orang yang berdosa pada waktu malam. Keadaan itu tetap berlangsung hingga matahari terbit dari barat.” (HR Muslim & Ahmad)
“Sesungguhnya Allah tetap menerima taubat hamba-Nya selama roh belum sampai di tenggorokan (hampir mati).” (HR Tirmidzi, Ahmad & Ibnu Majah)
Allah berfirman: “Aku selalu bersama hambaku apabila ia ingat kepadaKu, dan bibirnya bergerak menyebut namaKu.” (HR Ahmad & Ibnu Majah)
“Allah berfirman: “Wahai anak Adam! Sesungguhnya selagi engkau masih mau berdo’a dan berharap kepadaku, niscaya Aku selalu mengampuni dosa-dosamu dengan tiada mempedulikan dosa itu. Wahai anak Adam! Walau engkau berbuat keburukan hingga keburukan itu memenuhi semua tempat sekalipun, niscaya Aku akan mengampuni keburukan dan dosa-dosamu.” (HR Tirmidzi)
6. Kegembiraan Allah menerima taubat hamba-Nya
Dari Abu Hamzah Anas bin Malik Al Anshari, pelayan Rasulullah `, dia berkata:
"Sungguh Allah itu lebih bergembira dengan taubat seorang hamba-Nya daripada (kegembiraan) salah seorang di antara kamu yang menemukan untanya setelah menghilang di hamparan tanah yang luas tanpa air dan tumbuhan." (HR Bukhari & Muslim)
Dalam riwayat Muslim disebutkan: "Sungguh Allah lebih bergembira dengan taubat seorang hamba-Nya ketika dia bertaubat kepada-Nya, daripada (kegembiraan) salah seorang kamu yang mengendarai untanya di hamparan tanah luas yang tidak ada air dan tumbuhannya (padang pasir). Tiba-tiba untanya menghilang, padahal makanan dan minuman ada padanya. Kemudian ia berputus asa untuk bisa menemukannya kembali. Lalu ia mendatangi sebuah pohon dan berbaring di bawah bayang-bayangnya. Dia sungguh telah berputus asa dari untanya. Tatkala dia dalam keadaan seperti itu tiba-tiba ia mendapatkan untanya berdiri di hadapannya. Maka segera ia pegang tali kendalinya. Kemudian dia berkata karena sangat gembiranya: Ya Allah, Engkau hambaku dan aku adalah tuhan-Mu. Dia salah ucap karena terlalu bergembira."
"Ya Allah, ampunkanlah bagi kami dosa-dosa kami, dan dosa kedua ibu bapa kami, dan berilah rahmat kepada mereka sebagaimana mereka telah memelihara kami di masa kecil kami dahulu. Dan ampunilah dosa-dosa seluruh kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminan, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Ya Allah, ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia (kebaikan ilmu dan ibadah), dan kebaikan di akhirat (surga), dan peliharalah kami dari siksa api neraka. Dan sejahterakanlah ke atas Nabi Muhammad, keluarganya, dan sahabat-sahabatnya semuanya. Maha Suci Tuhanmu yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan, dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul, dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam."
Mengatur Keuangan ternyata memang susah susah gampang. Dengan tingkat penghasilan yang berbeda-beda dan kebutuhan yang begitu bermacam-macam membuat urusan mengatur keuangan menjadi hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Namun bila dibiasakan, hal ini akan menjadi sesuatu yang mudah dan biasa. Terutama Selama bulan Ramadhan seharusnya bisa menjadi lebih mudah.
Selama Ramadhan jika dihitung normal maka seharusnya pengeluaran juga sedikit. Mengapa? apakah hanya karena kita tidak makan pada siang hari? ternyata tidak. Sebuah nafsu dan balas dendam terkadang melebihi apa yang kita bayangkan. Apakah anda merasakannya? Bila iya normal dong. Saya juga terkadang merasakannya.
Bila pada awalnya kita sudah bisa
menyiasati kenaikan harga barang dan bahan pokok menjelang Bulan Ramadhan, bila benar maka akan ada uang berlebih dan kita akan
bisa menabung. Kenyataan berkata lain. Dengan berpuasa seakan-akan kebutuhan kita begitu banyak. Membeli bahan makanan yang segar menjadi berlebihan. Membeli makanan berbuka begitu banyak karena ingin mencoba ini-itu dan sebagainya, padahal ketika berbuka kita hanya sanggup makan dua potong kue. Menjadi tafjir akhirnya. Bagaimana cara menghindarinya atau paling tidak meminimalkan hal ini. Berikut beberapa hal yang mungkin bisa dipertimbangkan:
1. Menggunakan Porsi dan Prioritas Anggaran
Gunakan Porsi yang tepat untuk pos-pos
anggaran anda saat anda menerima penghasilan. Baik itu sebelum Bulan Ramadhan atau penghasilan yang diterima pada saat Bulan Ramadhan. Pos yang di berikan oleh Dr.H.Muhammad Syafii Antonio, seorang pakar ekonomi syariah bisa anda terapkan. Berikut pos yang dibuat dalam diagram:
Telah terlihat secara umum diagram A adalah hal umum yang dilakukan masyarakat jika menerima penghasilan. Pastinya porsi konsumsi lebih besar, kemudian hutang bila ada, Barulah menabung kemudian disusul dengan investasi. Dan yang terakhir adalah zakat atau sedekah (
Itupun bila kita ingat).
Maka mulai sekarang cobalah ubah pos-pos prioritas anda dengan menggunakan diagram B. Dengan diagram B maka anda akan mulai dengan Prioritas utama adalah menabung, dengan demikian insya Allah anda akan
bisa menabung. Kemudian Bayarlah hutang anda bila ada. Barulah anda akan mendapat nilai bersih yang harus anda zakatkan. Bila sudah dizakatkan bolehlah anda memikirkan untuk investasi dan konsumsi. Insya Allah bisa ya....
2. Konsumsi sesuai Porsi dan Prioritas.
Bila pos konsumsi sudah di porsi sesuai Prioritas, maka anda harus menyesuaikan dengan porsi dan prioritasnya. Misalkan membeli makan untuk berbuka, bila kenyang dengan dua potong kua maka belilah dengan dua potong kue saja. Makan malam cukup sepiring saja, maka makanlah dengan sepiring saja. Dengan memasak secara minimal maka anda juga bisa diharapkan untuk menghemat pemakaian bahan bakar untuk memasak. Misalkan
menghemat pemakaian Gas Elpiji bagi yang memakai gas elpiji.
3. THR - Tunjangan Hari Raya
Tunjangan hari raya (THR) terlihat seperti uang berlebih. Biasanya diterima menjelang hari raya. Maka untuk mengaturnya anda harus kembali kepada cara nomor 1. untuk penggunakan Porsi dan prioritas anggaran. Jangan pernah menganggap THR adalah uang berlebih, tetapi THR adalah dana untuk bisa sedekah dan berinvestasi. Maka kita harus
mengatur thr agar lebih efisien.
4. Pos Anggaran yang Tidak Penting.
Untuk lebih meningkatkan dana, hilangkan pos-pos anggaran biaya yang tidak perlu. Bila bisa menggunakan TV tanpa berbayar gunakanlah yang gratis saja. Bagi
perokok, mulailah berhenti merokok. Selain untuk kesehatan juga bisa meminimalkan biaya untuk berobat ke
rumah sakit.
Itulah beberapa tips yang bisa diterapkan. Semoga bermanfaat. Bila ada tips lain boleh juga ditambahkan. Selamat menunaikan ibadah puasa.
SEPUTAR LAILATUL QODAR
(Al-katib : Syarip Hidayat)
Sebab Penamaan Lailatul Qadr
Imam Ath-Thabari menyebutkan beberapa sebab malam yang mulia ini dinamakan Lailatul Qadr:
Ada yang mengatakan karena pada malam itu Allah menetapkan qadr (takdir) hamba-hambaNya untuk tahun itu sampai tahun depannya.
Ada yang mengatakan karena malam itu mempunyai qadr (kedudukan yang tinggi) dan kemuliaan.
Dan ada yang mengatakan karena amalan-amalan pada malam itu mempunyai qadr (kedudukan) yang besar dan pahala yang tinggi.
[Tafsir Ath-Thabari surah Al-Qadr]
Apakah Lailatul Qadr Masih Ada Sampai Sekarang?
Kaum muslimin sepakat -kecuali segelintir di antara mereka yang tidak diperhitungkan penyelisihannya- bahwa Lailatul Qadr masih tetap ada sampai sekarang berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak.
Adapun hadits bahwa suatu ketika Nabi pernah keluar untuk memberitahukan kapan Lailatul Qadr tapi beliau mendapati ada dua orang yang berselisih tentangnya. Lalu beliau bersabda,
“Aku keluar untuk mengabarkan kepada kalian tentang Lailatul Qadr akan tetapi si fulan dan si fulan berselisih, sehingga dia pun diangkan oleh Allah.” (HR. Al-Bukhari dari Ubadah bin Ash-Shamit, Muslim dari hadits Abu Said) Maka maksud dari kata ‘diangkat’ di sini adalah diangkat ilmu tentang penentuan kapan Lailatul Qadr, bukan Lailatul Qadrnya yang diangkat (dicabut).
[Lihat Al-Majmu’: 6/402 dan Asy-Syarhul Mumti’: 6/491]
Kapan Lailatul Qadr?
Asy-Syaikh Abdullah Al-Bassam dalam Taudhihul Ahkam (3/247) menyebutkan ada empat pendapat dalam masalah ini:
1. Lailatul Qadr hanya ada pada zaman Nabi dan sudah diangkat setelahnya. Ini adalah pandapat yang tertolak lagi batil.
2. Dia saat nishfu Sya’ban (pertengahan Sya’ban). Ini adalah pendapat yang lemah karena bertentangan dengan surah Al-Baqarah ayat 185 dan surah Al-Qadr ayat 1 yang menerangkan bahwa Al-Qur`an turun di bulan Ramadhan.
3. Dia pada bulan ramadhan pada selain sepuluh terakhir. Ini pendapat yang kurang kuat karena Nabi bersabda pada lanjutan hadits Ubadah dan Abu Said di atas:
وَعَسَى أَنْ يَكُوْنَ خَيْرًا لَكُمْ. فَالْتَمِسُوْهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ
“Semoga hal itu lebih baik bagi kalian. Maka carilah dia pada malam 9, 7, 5 terakhir.”
Dalam sebagian riwayat,
“Carilah dia di 10 malam terakhir.”
4. Dia di 10 malam terakhir dari bulan Ramadhan, terutama pada malam-malam ganjil, terutama pada 7 malam terakhir, terutama pada malam 27 Ramadhan. Inilah pendapat yang kuat berdasarkan dalil-dalil yang akan kami sebutkan.
Adapun pada malam-malam ganjil pada 10 malam terakhir Ramadhan, maka berdasarkan sabda beliau :
اِلْتَمِسُوْهَا فِي الْوِتْرِ مِنَ العْشْرِ الْأَوَاخِرِ
“Carilah dia (Lailatul Qadr) pada malam-malam ganjil dari 10 malam terakhir.”
Adapun terutama pada 7 malam terakhir, maka berdasarkan hadits Abdullah bin Umar bahwa beberapa orang sahabat Nabi bermimpi bahwa Lailatul Qadr pada 7 malam terakhir, maka beliau bersabda:
أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ.فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُتَحَرِّيَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِر
“Saya melihat mimpi-mimpi kalian sepakat pada 7 malam terakhir. Karenanya barangsiapa di antara kalian yang hendak berjaga-jaga maka hendaknya dia berjaga-jaga pada 7 hari terakhir.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dan dalam riwayat Muslim,
“Carilah dia pada 10 malam terakhir. Siapa yang tidak sanggup atau lemah maka jangan sampai dia terkalahkan di 7 malam sisanya.”
Adapun terutama pada malam 27, maka berdasarkan hadits Ibnu Umar bahwa ada seorang lelaki yang berkata kepada Nabi , “Wahai Rasulullah, sesungguhnya sulit bagi saya untuk melakukan qiyamullail, maka perintahkanlah kepada saya (untuk shalat) pada satu malam, semoga Allah memberikan taufiq kepadaku untuk mendapatkan Lailatul Qadr.” Maka beliau bersabda:
عَلَيْكَ بِالسَّابِعَةِ
“Hendaknya kamu shalat pada malam ke-27.”
Juga berdasarkan riwayat yang mauquf dari Muawiah bin Abi Sufyan riwayat Abu Daud bahwa Lailatul Qadr itu pada malam ke-27. Bahkan sahabat Ubai bin Ka’ab bersumpah bahwa dia adalah malam ke-27. Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama bahwa kemungkinan besar dia terjadi pada malam ke-27.
Hanya saja yang menjadikan kita tidak bisa memastikan bahwa Lailatul Qadr itu malam ke-27 adalah adanya beberapa riwayat lain yang menunjukkan selain dari itu. Seperti:
Hadits Abu Said riwayat Al-Bukhari dan Muslim menunjukkan dia pernah di malam ke-21. Sementara pada hadits Abdullah bin Unais riwayat Muslim disebutkan kalau dia terjadi pada malam ke-23. Karenanya Asy-Syafi’iyah menetapkan bahwa kemungkinan besar Lailatul Qadr terjadi pada salah satu dari dua mala mini.
Karenanya Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata setelah membawakan lebih dari 40 pendapat dalam masalah ini, “Yang paling kuat adalah bahwa dia berada pada malam ganjil dari 10 malam terakhir, dan bahwa dia berpindah-pindah (setiap tahun) sebagaimana yang bisa dipahami dari hadits-hadits dalam masalah ini.”
[Lihat Fathul Bari no. hadits 2020 dan Majmu’ Al-Fatawa: 25/284]
Siapakah Yang Mendapatkan Keutamaan Lailatul Qadr?
Ada dua pendapat dalam masalah ini:
1. Yang dapat hanyalah yang beribadah di malam itu dalam keadaan dia mengetahui bahwa malam itu adalah Lailatul Qadr. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dan yang dikuatkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar.
2. Pahala yang dijanjikan tetap akan didapatkan bagi orang yang beribadah di dalamnya walaupun dia tidak mengetahui kalau malam itu adalah Lailatul Qadr. Ini adalah pendapat Ath-Thabari, Al-Muhallab, Ibnul Arabi, dan sekelompok ulama lainnya.
Yang kuat adalah pendapat yang kedua dan ini yang dikuatkan oleh Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin. Karena Nabi hanya bersabda, “Barangsiapa yang melakukan qiyamullail pada Lailatul Qadr karena iman dan mengharapkan pahala maka akan diampuni semua dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah) Jadi syaratnya hanya iman dan mengharapkan pahala, beliau tidak mempersyaratkan orang itu harus tahu bahwa malam itu adalah Lailatul Qadr.
[Lihat Al-Fath no. 2022, Subulus Salam: 4/192, dan Asy-Syarhul Mumti’: 6/497]
Tanda-Tanda Lailatul Qadr
Ada beberapa tanda yang tersebut dalam sunnah Rasulullah :
1. Malam itu cuacanya sejuk, tidak panas dan tidak pula dingin.
Ini disebutkan dalam hadits Jabir, Ubadah bin Ash-Shamit dan Ibnu Abbas dengan derajat hasan lighairih.
2. Turunnya hujan.
Ini disebutkan dalam hadits Abu Said Al-Khudri riwayat Al-Bukhari dan Muslim dan hadits Abdullah bin Unais riwayat Muslim.
3. Pagi harinya matahari terbit dalam keadaan tidak mempunyai cahaya yang menyilaukan (lingkaran matahari bisa terlihat dengan mata telanjang, pent.)
Ini disebutkan dalam hadits Ubay bin Ka’ab riwayat Muslim.
Lihat Asy-Syarhul Mumti’ (6/498-499)
Wallahul Muwaffiq.
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Masalah wanita yang sedang hamil atau menyusui memang tidak ada nash yang sharih untuk menetapkan bagaimana mereka harus mengganti puasa wajib. Yang ada nashnya dengan tegas adalah orang sakit, musafir dan orang tua renta yang tidak mampu lagi berpuasa.
Orang sakit dan musafir dibolehkan untuk tidak puasa, lalu sebagai konsekuensinya harus mengganti (qadha') dengan cara berpuasa juga, sebanyak hari yang ditinggalkannya.
Sedangkan orang yang sudah sangat tua dan tidak mampu lagi untuk berpuasa, boleh tidak berpuasa namun tidak mungkin baginya untuk mengqadha (menganti) dengan puasa di hari lain. Maka Allah SWT menetapkan bagi mereka untuk membayar fidyah, yaitu memberi makanan kepada fakir miskin sebagai satu mud.
Dalil atas kedua kasus di atas adalah firman Allah SWT:
Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan, maka (dibolehkan berbuka dengan mengganti puasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. (QS. Al-Baqarah: 184)
Bagaimana dengan wanita hamil dan menyusui, apakah mereka mengganti dengan puasa atau dengan bayar fidyah? Atau malah kedua-duanya? Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini.
Jumhur Ulama
Di dalam kitab Kifayatul Akhyar, disebutkan bahwa masalah wanita hamil dan menyusui dikembalikan kepada motivasi atau niatnya. Kalau tidak puasa karena mengkhawatirkan kesehatan dirinya, maka dianggap dirinya seperti orang sakit. Maka menggantinya dengan cara seperti mengganti orang sakit, yaitu dengan berpuasa di hari lain.
Sebaliknya, kalau mengkhawatirkan bayinya, maka dianggap seperti orang tua yang tidak punya kemampuan, maka cara menggantinya selain dengan puasa, juga dengan cara seperti orang tua, yaitu dengan membayar fidyah. Sehingga membayarnya dua-duanya.
Pendapat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas
Namun menurut Ibnu Umar dan Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, wanita yang hamil atau menyusui cukup membayar fidyah saja tanpa harus berpuasa. Karena keduanya tidak berpuasa bukan karena sakit, melainkan karena keadaan yang membuatnya tidak mampu puasa. Kasusnya lebih dekat dengan orang tua yang tidak mampu puasa.
Dan pendapat kedua shahabat ini mungkin tepat bila untuk menjawab kasus para ibu yang setiap tahun hamil atau menyusui, di mana mereka nyaris tidak bisa berpuasa selama beberapa kali ramadhan, lantaran kalau bukan sedang hamil, maka sedang menyusui.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Rancah, 10/08/2011 As. Wr. Wb. Innaa Lillahi wa Inna ilaihi Roji,un. Parantos ka Musibahan (06/08/2011) Ustadzah Ela Nurlaela salah sawios pengajar di DTA Misbahussalam Situmandala. Bumina Kabakaran (seep teu aya nu kapulung). Disuhunkeun bantosanana ka Warga Diniyah 1). Ka Santri DTA disuhunkeun beas 1 Kobok. 2). Ka Ustadz/ah bantosan tiasa mangrupi mukena, kerudung, acuk muslimah dll. Bantosan dikempelkeun di Kordes masing-masing. Insya Alloh ping 16 Romadhon bde aya Tim Penanggulangan Bencana ti FKDT Kec. + FKDT Kab. + sareng DPRD ngajemput bantosan. Mugi Allah masihan kajembaran rezeki ka urang sdaya. Jazaakumulloh Koirol jazaa. Wassalam